FLOCON DE NEIGE PEU EN TROIS ANS
Agustus 01, 2016
FLOCON DE NEIGE PEU EN TROIS ANS
My little snowflake in three years
Sejatinya, sepotong hatiku masih tenggelam di dalam
lautan dengan perasaan yang sama seperti dahulu sejak awal bertemu. Kuharap itu
akan baik-baik saja hingga beberapa waktu ke depannya dan mungkin selamanya. Tujuh
belas tahun terlewati dengan berbagai moment yang telah tertata rapi dibarisan
file yang ada pada laptopku. Walau dengan perasaan yang teriris bahwa ada
bagian yang tak sempat diabadikan, tapi dengan penuh harap itu tidak akan
menjadi suatu masalah bagiku. Walau jelas bahwa minatku dalam membaca bisa
dibilang agak kurang. Tetapi, satu hal yang sampai saat ini dan masih terlintas
jelas dibenakku ialah bahwa disetiap sisi pertemuan akan menemukan sisi
perpisahan. Baiklah, kau tahu bahwa aku terlahir sebagai anak yang tumbuh
dipenuhi dengan rasa benci akan perpisahan. Itu adalah suatu moment kebencian
terbesarku dalam hidup ini. Walau pada kenyataannya, setiap kali aku berjumpa
dengan moment itu aku hanya terlihat baik-baik saja saat itu. Tapi, bukankah
terlihat baik-baik saja menandakan bahwa kita benar-benar baik saat itu? Kuharap
seseorang datang menemuiku dan mengatakan bahwa itu benar.
Awalnya, kau sudah
mengetahui bahwa aku bukanlah orang sebaik yang kau kira. Aku hanya berjalan
sesuai dengan keinginanku dan menghadapi segala hal yang menanti didepanku
dengan segala perasaan yang aku miliki. Aku lebih senang bergelut dengan apa
yang terlintas oleh instingku sendiri. Dahulunya, seseorang pernah berkata
bahwa aku berbeda. Dan ya, benar bahwa aku berbeda. Tapi, sebuah perspektif itu
membuatku terasa tak asing lagi dengan kehidupan baruku di usia remajaku. Langkah
kakiku sejak tiga tahun lalu membuat hal yang bersejarah disepanjang hidupku. Jangan
salah, aku hanyalah gadis kecil yang terlahir dari keturunan biasa-biasa saja. Diselimuti
oleh rasa takut yang membara yang kerap kali menghantuiku. Sebuah kebanggan
terbesarku ketika aku perlahan menyadari bahwa ketakutan itu menghilang secara
perlahan seiring berjalannya waktu. Walau ada banyak hal yang menjadi faktor
pendukung. Namun percayalah, yang satu ini merupakan faktor pendukung
terbesarku selama ini.
Aku menyebutnya, “my little snowflake in three years”. Sejak
pertama kali menginjakkan kaki di salah satu sekolah di daerah Kecamatan Labakkang,
Kabupaten Pangkep, SMAN 2 Labakkang Boarding School –yang kini menjadi SMAN 13
Pangkep. Sebuah awal yang baik untuk melahirkan masa depan yang cerah bagiku.
Sekolah yang berada di daerah terpencil ini tak disangka mengundang banyak
pendatang dari berbagai daerah sebaran. Dan dengan seperti itu, terima kasih
dariku pun tak henti-hentinya kusanjungkan terhadapnya. Mengapa tidak? Adalah sebuah
dunia baru untuk menanam benih-benih kehidupan demi kehidupanku di masa yang
akan datang. Dari tempat inilah, kisah my
little snowflake in three years ini hadir dalam lembaran kisah hidupku.
Tahun pertama dari tiga
tahun itu memberikanku arti yang cukup keras. Memaksaku untuk keluar dari zona
nyaman yang telah menjadi sahabat setiaku beberapa tahun silam sebelum
menginjakkan kaki ke dunia baruku. Keluh kesah tak henti-hentinya kulaporkan
kepada ibu dan ayahku yang berada di rumah. Memaparkan dengan sedetail mungkin
bahwa aku tak baik-baik saja dibeberapa hal berkaitan dengan dunia baruku. Tetapi,
seseorang yang berada dekat disisiku pun tak menyerah begitu saja. Selalu ada
cara yang membuatku bertahan hingga ke tahap akhir dalam pengabdianku selama
tiga tahun berada disana. Sebut saja, mereka adalah sosok-sosok yang berada
dalam pajangan bingkai diatas. Walau ternyata mereka tak pernah berkata bahwa
mereka yang membuatku memberanikan diri melangkah hingga sejauh ini, percayalah
bahwa mereka adalah segalanya bagiku.
Waktu hari ini terasa
begitu lama dibanding hari sebelumnya. Aku ingat betul dimana waktu yang terasa
begitu cepat berlalu sejak tiga tahun bersama. Ialah waktu dimana kita
dihadapkan oleh sebuah perpisahan yang menguras air mata. Sayangnya, hari terakhirku
dipenuhi oleh keegoisan yang mendalam dimana lebih memilih untuk memenuhi
hasratku tuk tetap berada di ranjang kecilku sembari menunaikan ibadah tidur
disiang hari. Kedengarannya agak gila, mengapa? Ya, teman satumu ini jauh lebih
memilih untuk tidur daripada harus menghabiskan waktu bersama dengan kalian
salah satunya. Tapi lagi-lagi, permintaan maaf tak henti-hentinya kuutarakan
walau hanya melalui tulisan semu ini. Percayalah, jika diberi kesempatan tuk
berkumpul kembali lagi, akan kuucapkan sebuah permintaan maaf itu dengan
setulus hatiku.
Roda kehidupan akan
berputar sebagaimana mestinya. Tapi satu pintaku, jarak terlahir hanya sebagai
jarak saja. Jarak tak menjadi masalah, bukan? Suatu saat ketika salah satu dari
kalian mencari, percayalah bahwa aku masih disini dengan menjadi aku sejak awal
pertama kali berjumpa, perasaanku masih sama. Sejauh apapun jarak yang menjadi
tembok diantara kita, kalian masih my best
little snowflake i ever met. Sebuah perspektif yang menyebutku bahwa aku
terlahir berbeda, aku bisa menyatukan segala yang ada pada diriku dengan
kalian. Dengan itu justru mengajarkan padaku banyak hal yang belum pernah
kutemui sebelumnya. Membuatku menjadi sosok remaja yang tumbuh sebagaimana
mestinya. Membuatku tuk berani mengambil langkah hidup disetiap helaan nafas. Membuatku
mengerti bahwa kesehatan sangatlah mahal. Membuatku mengerti bahwa hidup tidak
hanya tentang memberi dan diberi, pun tentang mengikhlaskan. Membuatku mengerti
bahwa setiap insan yang terlahir tidak semestinya diperlakukan sama secara
adil. Perlu pemahaman yang jelas bahwa setiap insan perlu diperlakukan
sebagaimana mestinya dia diperlakukan, tak harus sama. Membuatku mengerti bahwa
dengan bersama, memberikan kekuatan terbesar dari apa yang kita miliki sendiri.
Dan membuatku mengerti bahwa sebuah kejujuran pahit dariku, melukiskan sesak
yang juga tak biasa bagiku.
Sebuah kejujuran hati bagiku
memang laksana cahaya yang menuntun menuju surga. Akan tetapi, tak jarang
sebuah kejujuran itu meleset menjadi sebuah kesalahpahaman terbesar atau
mungkin hal lebih parah lainnya. Walau negara api menyerang sekalipun, hanya
perlu bersabar bahwa aku bukanlah sosok yang bisa seromantis kalian. Aku hanyalah
sosok gadis biasa yang hanya diselimuti oleh lembaran-lembaran tulisan nyata
atau semu sekalipun. Tapi tidak dengan yang satu ini, bahwa aku benar-benar
merindukan saat dimana kita bermain, jalan, makan, belajar, dan melakukan
segala aktivitas lainnya secara bersama. Hei, jarak boleh berkehendak semaunya.
Bagaimanapun, aku dan perasaanku masih akan tetap sama sejak pertama kali
bertemu hingga beberapa waktu ke depan bahkan mungkin selamanya. Karena aku menyukai
setiap kepingan salju yang terlihat disudut kota, seperti aku menyukai suatu
kebersamaan dengan kalian.
0 komentar