Berbagi Bukan Karena Kita Kaya

Juli 18, 2018


Tepat setahun lalu selepas SBMPTN, kali itu aku memutuskan untuk kembali ke Makassar setelah menyelesaikan satu program di perantauan sana, walaupun programnya hanya 'bimbingan' sebulan saja. Sejujurnya aku cukup lupa bagaimana asal mula sehingga satu projek kecil berhasil kulakukan saat itu. Hasil dari ikhtiar tentunya, hehe. Projeknya cukup sederhana, alhamdulillah hatiku tenang mengetahui orang-orang yang berada disisiku cukup mendukung akan hal itu. Projek 'Peduli Saudara Muslim Rohingya' aku menyebutnya.

.

Berawal saat aku mengecek timeline Instagram yang mana merupakan satu dari beberapa hobiku. Hingga tiba satu iklan berhasil mencuri perhatianku lantas sesegera mungkin kucoba untuk membukanya. Berisi foto juga video yang 'sangat' mengharukan. Aku ingat dengan jelas bagaimana tindakan responku saat itu, unggahan tersebut berhasil membendung tangisku yang terpecah sekali pemutaran video saja. "Yaa Allah, sebab belajar demi UN dan SBM dulu, aku sampai lupa kalo ternyata di luar sana ada saudaraku yang masalahnya lebih 'rumit' dariku. Mana kehidupannya dipenuhi pertumpahan darah pula", ujar batinku nan disertai tangis penuh sesak sebab seingatku, belakangan itu aku sering mengeluh seolah bebanku sangat berat.

.

Tidak berlangsung lama, sometimes aku cukup sering mengambil keputusan tanpa mikir dibeberapa sisi dulu, seperti waktu itu aku ga terlalu mikir 'ada ga yah orang yang mau bantuin' atau 'kalo mau bantuin mereka lewat mana ya misal kalo uangnya udah terkumpul semua', sek yang penting sih jalan dulu bagiku. Sejak itu kucoba memberanikan diri untuk sedikit lebih terbuka kepada beberapa teman juga seniorku. Dibantu dengan rasa 'sakit hati' yang cukup perih, satu platform berhasil kujumpai dan sesegera mungkin melaksanakan projek tersebut. Tentunya melalui platform @kitabisa.com. Dengan bantuan berupa saran, kritik serta nasehat dari beberapa orang-orang hebat membuatku makin mantap untuk sesegera mungkin melaksanaan projek itu, ya dengan Penggalangan Dana berbentuk Online pastinya. Waktu itu targetku cukup banyak, Rp10.000.000 nominalnya. Walaupun itu sudah termasuk sedikit jika dibandingkan campaign yang dilakukan banyak orang maupun instansi di Kitabisa, ya gapapa lah, asal ada niat juga kemauan udah beres itu. Waktu itu aku emang ga pikir banyak, sek yang penting bantuanku ke saudaraku bisa sampai, bahagianya sudah melampaui batas itu.

.

Kurang lebih sebulan berjalan, disela-sela aku mempromosikan kegiatan 'kecilku' itu, disitu kugunakan untuk mencari jawaban dari para donatur mengenai 'Uangnya akan disalurkan kemana?". Alhamdulillah, Allah mengirimkan orang baik yang mana membantuku untuk menjawab serangan pertanyaan itu, "Kakak ada kenalan di ACT Sulsel, Pak Ali namanya. Kalau belum dapat tempat dimana dananya bisa disalurkan, Indah bisa kontak beliau dek. Nanti kakak coba kontak beliau dulu", Kak Fahrul. Darisana juga awal mula aku mengenal sosok lembaga seperti Aksi Cepat Tanggap. "Alhamdulillah, plong rasanya", batinku berucap kala itu.

.

Aku cukup lupa, dana yang terkumpul saat itu mencapai 6juta-an dari target 10juta. Agak sedih karena aku merasa 'gagal' mempromosikan, but in other side aku 'senengnya' ga ketulungan sebab banyak orang-orang baik yang bertebaran di muka bumi ini. Setelah campaign berakhir, aku pun menyalurkannya ke Kantor ACT Sulsel di Jalan Sultan Alauddin, Makassar. Dan sejak saat itu donasi yang beberapa kali kudapatkan bersama temanku juga ku kumpulkan ke Aksi Cepat Tanggap.

.

Benar, bahagia itu 'sederhana'. Jika seandainya orang lain 'bahagia' atas kabar 'kelulusan' mengampirinya kala itu, hatiku jauh lebih bahagia sebab keberadaanku bisa melukiskan senyum dibibir saudaraku. Taruh saja, 'lulus' tidak menjadi alasan 'senyum yang begitu sempurna' di bibirku. Berbeda dengan saat aku melihat orang-orang tersenyum padaku sebab merasa terbantukan oleh sosok hadirnya diriku. Wah, maa syaa Allah benar, kurasa itu penguatku hingga kini. Walau faktanya sisi 'introvert' masih saja menghantui, tetap saja kucoba berbaur dengan orang di luar sana. Mengapa? Sebab kudapatkan satu sumber alasan bahagiaku di sana.

.

Tiba-tiba aku juga teringat pesan Ibu, "Nak, kalau bisa rajin-rajin sedekah juga. Sedekah itu pahalanya besar, orang yang sering bersedekah juga biasanya panjang umur. Nah kita niatkan bersedekah dengan alasan agar bisa bernilai ibadah juga pahala dimata Allah". Nah atas dasar penguat itu pun aku berdiri. Yang sebelumnya aku berharap bersedekah atau dalam hal ini berbagi agar bisa 'lulus', ternyata menyalahi aturan Allah. Jauh daripada itu, bersedekah pun harus atas dasar Cinta, Ikhlas dan Sebuah Tulus. Sampai kata temanku bilang, "Indah, kita bersedekah bukan agar kita bisa lulus sebenarnya. Melainkan agar Allah ridho sama kita. Kita sebagai manusia sebenarnya hanya haus akan Cinta, Kasih Sayang dan Ampunan Allah sebenarnya, tidak lebih". Lah, hatiku remuk seketika itu. Lantas sambungnya, "Bersedekah juga, bukan karena kita 'kaya', melainkan karena kita tahu bagaimana rasanya 'tidak memiliki'". "Eh iya, astaghfirullah, kamu benar. Kita bersedekah pun bukan karena kita kaya, tapi karena Allah mencukupkan kita atas segala nikmat juga rezeki-Nya. Terimakasih sudah mengingatkan. Aku bangga", lanjutku pada temanku.

Sulawesi Selatan, Juli 19, 2018. 

You Might Also Like

0 komentar